Kurikulum Cinta dari Sudut Al-Qur’an dan Hadis
Oleh:
Firdaus Gani
Di tengah maraknya tawuran pelajar, perundungan (bullying), kekerasan sosial, dan ancaman terhadap keutuhan bangsa, dunia pendidikan Indonesia sedang menghadapi krisis yang sesungguhnya bukan semata-mata krisis pengetahuan, melainkan krisis kasih sayang. Inilah sebabnya mengapa gagasan Kurikulum Berbasis Cinta bukanlah sekadar inovasi baru dalam pendidikan, melainkan panggilan untuk kembali kepada hakikat kurikulum sejati sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah saw.
1. Landasan Filosofis: Cinta Sebagai Inti Kemanusiaan
Al-Qur’an mengajarkan bahwa manusia diciptakan bukan hanya untuk berpikir, tetapi juga untuk berkasih sayang. Allah berfirman, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya: 107). Rahmat cinta dan kasih adalah dasar filosofis pendidikan Islam. Cinta menjadi tenaga yang menggerakkan pengetahuan menjadi amal, dan akhlak menjadi peradaban. Tanpa cinta, ilmu hanya akan melahirkan kesombongan, teknologi menjadi alat penindasan, dan pendidikan kehilangan jiwa. Maka, kurikulum sejati adalah kurikulum yang menanamkan rasa cinta kepada Allah, sesama manusia, dan seluruh ciptaan-Nya.
2. Landasan Yuridis: Amanat Konstitusi dan Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan bertanggung jawab. Semua nilai ini berakar dari cinta: cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama, cinta kepada bangsa. Maka, Kurikulum Cinta bukanlah wacana baru, tetapi pengejawantahan nyata dari amanat konstitusi dan ajaran Islam yang menuntun manusia menjadi rahmat bagi kehidupan.
3. Dampak Sosial dan Kebangsaan: Membangun Indonesia yang Teduh dan Tangguh
Bangsa yang kehilangan cinta akan mudah terpecah oleh kebencian. Tawuran antar pelajar, ujaran kebencian, kekerasan di Sekolah/Madrasah, bahkan terorisme adalah tanda-tanda hilangnya cinta dalam sistem pendidikan. Rasulullah saw membangun peradaban Madinah bukan dengan senjata, tetapi dengan cinta yang menumbuhkan ukhuwah dan persaudaraan lintas suku dan agama. Para sahabat pun mencontohkan kurikulum cinta ini Abu Bakar dengan kelembutan, Umar dengan keadilan yang penuh kasih, Utsman dengan kemurahan hati, dan Ali dengan kebijaksanaan. Semua itu membentuk bangsa yang kuat karena berakar pada kasih dan iman.
Hari ini, bangsa Indonesia perlu merevitalisasi pendidikan melalui Kurikulum Cinta: mengajarkan empati, menanamkan kasih terhadap sesama, dan membangun karakter berbasis rahmah. Bila cinta menjadi jiwa pendidikan, maka Sekolah/Madrasah tidak lagi melahirkan generasi pembenci, melainkan generasi penebar kedamaian insan kamil yang mencintai Tuhan, sesama, dan tanah airnya. Inilah kurikulum yang sesungguhnya: kurikulum yang menumbuhkan hati sebelum mengasah pikiran.
#Firdaus Gani






























No comments:
Post a Comment